Untuk kamu yang beberapa kali menyadari kalau aku menatapmu dari luar pintu...
Aku tidak pernah tahu kapan semuanya bermula. Semua terjadi seperti air yang mengalir. Tanpa pernah terpikir, tiba-tiba saja aku sudah tersihir. Entah ini sudah kali keberapa aku menulis tentangmu. Menulis hal yang sama dengan perasaan yang masih sama pula. Sungguh, aku benar-benar sadar bahwa sampai detik kesejuta dalam hidupmu pun, kautidak akan pernah tahu siapa aku.
Aku tidak pernah tahu kapan semuanya bermula. Semua terjadi seperti air yang mengalir. Tanpa pernah terpikir, tiba-tiba saja aku sudah tersihir. Entah ini sudah kali keberapa aku menulis tentangmu. Menulis hal yang sama dengan perasaan yang masih sama pula. Sungguh, aku benar-benar sadar bahwa sampai detik kesejuta dalam hidupmu pun, kautidak akan pernah tahu siapa aku.
Seperti pengagum rahasia lainnya, yang biasa kulakukan hanya memandangmu dari jauh. Mengabadikan setiap hal yang kaulakukan melalui lensa mataku. Tak ada yang tahu. Takkan ada yang pernah tahu. Hanya aku sendiri. Juga hati ini. Iri dan dengki menjadi hal lumrah untukku. Ketika melihatmu memprioritaskan orang lain dibanding diriku. Apa yang bisa kulakukan?
Tidak ada.
Tidak ada yang bisa kulakukan selain tersenyum getir menerima takdir. Aku terlalu lelah untuk berharap. Setelah sekian kekuatan kukerahkan, tapi kamu tak kunjung kudapatkan. Terkadang aku bertanya, dosa apa yang kulakukan di masa lalu sehingga membuatku sial melulu. Aku bagai pengagum rahasia yang penuh dosa. Yang tidak pernah bisa bertegur sapa dengan orang yang kupuja. Kata orang, semua indah pada waktunya. Tuhan tahu yang terbaik untuk umatnya. Aku menunggu. Menunggu Tuhan memberiku waktu indah itu. Tapi, kapan? Apa ada banyak sekali kejutan sehingga aku harus menunggu lebih lama dibanding orang lain di luar sana yang sedang tertawa bersahutan?
Dalam hal ini, aku memang tidak bisa berharap banyak. Kita sama dan beda dalam satu waktu. Persamaan yang membuat kita tak mungkin bersatu. Juga perbedaan yang hanya bisa membuatku mengkhayalkanmu. Jika benar Tuhan tak perlu menjadi hetero untuk mencintai umatnya, bisakah aku menyayangimu tanpa harus menjadi homo?
Tolong artikan kalimatku dengan baik. Aku masih seorang gadis dengan pikiran yang tak terbalik. Jangan kira aku sudah tidak waras akibat rasa yang tak pernah terbalas.
Kali ini, rasanya aku ingin memarahi takdir dan waktu yang tidak segan menghukumku. Hei, aku juga manusia! Ada batasnya jika kauberikan aku hukuman. Ini semua berlebihan dan tidak tepat waktunya. Aku dibuat menyayangi orang sepertimu ketika kita berada di ambang pintu perpisahan. Aku dibuat berkhayal menjadi bagian dari hidup seseorang yaitu kamu―yang bahkan tidak tahu persis siapa diriku ini.
Hentikan rintanganmu, Tuan Takdir! Dan berhenti menyiksaku, wahai Sang Waktu!
Sejak awal aku sudah sadar, amat sadar, kalau semua yang kulakukan―menatapmu dari jauh, diam-diam tersenyum untukmu, menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengkhayalkanmu, menulis segala tentang dirimu, juga berusaha menjadi seseorang yang kautahu―akan berakhir sia-sia. Kamu dengan hidupmu, aku dengan hidupku. Kita tentu sungguh jauh.
Sebentar lagi aku harus pergi. Untuk melanjutkan hidupku sendiri, juga mengejar mimpi. Aku selalu berdoa pada Tuhan, agar semua ini bisa abadi. Supaya selamanya kamu menjadi cermin terbaik yang pernah kulihat. Supaya pada setiap malam pekat, aku tetap bisa mengingat segala tentangmu. Supaya suatu hari nanti, kita bisa bersama, meski dalam situasi yang berbeda.
Aku 'kan tetap menjadi pengagum yang paling menyayangimu, meski kutahu hari itu pasti akan tiba. Hari dimana kamu melangkah jauh, meninggalkan tempat biasa aku melihatmu, lalu untuk selamanya kita berpisah. Hari dimana aku harus pergi, bersama dengan mimpi-mimpi yang kurajut sendiri. Hari dimana kita harus mengikuti alur yang Tuhan rangkai, yang takkan bisa kita abai.
Semoga di lain waktu, di lain kehidupan, aku bisa menjadi bagian darimu yang tidak akan kulupakan. :) 2402xx.
Hentikan rintanganmu, Tuan Takdir! Dan berhenti menyiksaku, wahai Sang Waktu!
Sejak awal aku sudah sadar, amat sadar, kalau semua yang kulakukan―menatapmu dari jauh, diam-diam tersenyum untukmu, menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengkhayalkanmu, menulis segala tentang dirimu, juga berusaha menjadi seseorang yang kautahu―akan berakhir sia-sia. Kamu dengan hidupmu, aku dengan hidupku. Kita tentu sungguh jauh.
Sebentar lagi aku harus pergi. Untuk melanjutkan hidupku sendiri, juga mengejar mimpi. Aku selalu berdoa pada Tuhan, agar semua ini bisa abadi. Supaya selamanya kamu menjadi cermin terbaik yang pernah kulihat. Supaya pada setiap malam pekat, aku tetap bisa mengingat segala tentangmu. Supaya suatu hari nanti, kita bisa bersama, meski dalam situasi yang berbeda.
Aku 'kan tetap menjadi pengagum yang paling menyayangimu, meski kutahu hari itu pasti akan tiba. Hari dimana kamu melangkah jauh, meninggalkan tempat biasa aku melihatmu, lalu untuk selamanya kita berpisah. Hari dimana aku harus pergi, bersama dengan mimpi-mimpi yang kurajut sendiri. Hari dimana kita harus mengikuti alur yang Tuhan rangkai, yang takkan bisa kita abai.
Semoga di lain waktu, di lain kehidupan, aku bisa menjadi bagian darimu yang tidak akan kulupakan. :) 2402xx.
dari penggemarmu yang sebentar lagi harus pergi...
-C-