Minggu, 29 Desember 2013

Datang, LAGI!

Kamu datang ketika semua luka nyaris kuobati. Aku telah mampu menyibukkan diriku, membuat kegiatan-kegiatan bermanfaat, menyalurkan minatku, liburan bersama keluarga, dan banyak lagi yang telah kulakukan untuk mengusir rasa itu. Rasa tentangmu. Aku telah mampu tak memedulikan apapun tentangmu lagi. Aku tak pernah berharap kauakan kembali kepadaku. Rasa itu perlahan sirna seiring berjalannya waktu. Rasa itu perlahan hilang karena pengabaianmu terhadapku. 

Tapi, kini kau datang LAGI! Datang ketika semua luka ku nyaris sembuh. Datang ketika aku telah mampu bangkit dari keterpurukan ku. Datang membawa sejuta hal yang membuatku kembali berharap. Kautahu? It’s so annoying, baby. Aku tengah sibuk mengerjakan apa yang harus kukerjakan. Cita-citaku yang sempat tertunda telah hampir kugapai lagi. Namun, kaudatang merusak segalanya. Sosokmu yang begitu pintar membuatku seperti tak mampu menolak kehadiranmu. Kaubuat kuberharap kembali disaat aku nyaris menemukan kebahagiaanku. Tidakkah kaurela melihat kubahagia? 

Apa kaukira menyembuhkan luka sendirian itu mudah? Aku berusaha memotivasi diriku. Aku berjuang menghidupkan aku yang sempat mati karenamu. Tapi, dengan mudahnya kini kaudatang lagi ke kehidupanku. Dan dengan bodohnya aku termakan sifat manismu. Dengan hebatnya kauberikan perhatian yang membuatku bagaikan terhipnotis dan percaya denganmu. 

Kumohon, pergi jika kaumemang ingin pergi. Kembalilah saat kau benar-benar ingin kembali. Kembali lalu hilang. Datang lalu pergi. Aku memang bodoh. Kebodohan adalah salah satu dari ketidaksempurnaan yang kumiliki. Namun, apakah kebodohan ini kaumanfaatkan untuk mempermainkanku? Tolong, jangan! 

-C-

Senin, 16 Desember 2013

Semua Berbeda, Semua Tak Lagi Sama

 Dengan langkah gontai aku memasuki ruang kelasku. Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, namun, semangatku sudah seperti seorang kuli yang bekerja seharian. Tak bersemangat sedikitpun. Aku duduk ditempatku biasa duduk. Aku menyapukan pandanganku keseluruh sudut ruangan. Semua memang masih sama. Meja guru masih berada didepan disebelah papan tulis, LCD proyektor masih menggantung manis didepan kelas, meja-meja siswa masih tertata rapi sebagaimana biasanya. Tidak ada yang berubah dari ruangan ini. Semua masih sama. Yang berbeda hanya satu… kamu. Iya, kamu. Kini, tak ada lagi kamu yang menyambutku ketika baru memasuki kelas. Tak ada lagi kamu yang merebut handphone ku ketika aku mendengarkan musik. Tak ada lagi kamu yang menjahiliku. Tak ada lagi canda-tawa diantara kita.
            Jujur, aku masih tidak mengerti dengan semua yang terjadi kini. Secara tiba-tiba, tanpa salam perpisahan sekalipun kautinggalkan aku begitu saja. Aku tidak ingat bagaimana asal-mula semua ini terjadi. Semua terjadi begitu saja, seperti angin yang berhembus. Tidak kutahui kapan tepatnya ia bermula, dan kapan tepatnya ia berakhir. Terjadi tanpa kuduga, dan begitu sulit dimengerti. Tidak ada yang lebih kuingat daripada hari itu…, hari dimana tembok penghalang belum tumbuh diantara kita. Mataku menatap lurus kedepan, menerawang ke masa lalu. 
 
Siang itu, aku menyusuri koridor sekolah bersama salah seorang sahabatku. Bukan tanpa tujuan, kami hendak pergi ke perpustakaan. Setelah sampai diperpustakaan, aku meletakkan buku yang kubawa disalah satu meja disudut ruang perpustakaan, kutinggalkan buku itu menuju salah satu rak buku yang memuat buku-buku fiksi remaja. Aku kembali ke mejaku sambil membawa 2 buku tebal. Mataku terbelalak melihat secarik surat dan setangkai mawar putih yang berada disebelah buku ku. Kutengok kanan-kiri, semua sibuk dengan buku masing-masing. Aku duduk dikursi dan membaca isi surat singkat itu.
Aku merindukanmu. Maaf, aku tidak bisa melupakanmu.
Singkat. Padat. Jelas. Dari tulisannya, telah kutahui bahwa itu tulisanmu. Kamu. Seseorang yang membuat jantungku berdekat tak beraturan ketika berada di dekatmu. Seseorang yang selalu menebar senyumnya ketika menyapaku. Seseorang yang pernah hampir kusia-siakan. Senyumku lebar. Hatiku bahagia bukan main. Jantungku kembali berdebar seperti saat pertama aku bertemu denganmu.
            Setelah jam sekolah berakhir, aku segera pergi dari kelas yang nyari sepi. Sebagai seorang sekertaris kelas, ada hal yang harus kucatat. Dan itu membuatku pulang sedikit terlambat. Beberapa buku digenggamanku membuatku harus sedikit memperlambat jalanku, buku-buku itu berat. Aku takut terjatuh. Cuaca yang sedikit panas dan tenggorokan yang kering memaksaku untuk pergi ke kantin sebentar, sekedar untuk membeli minuman. Tapi, langkahku tiba-tiba terhenti, melihat sesuatu yang membuatku rasanya ingin berteriak dan menangis saat itu juga. Aku ingin berlari, tetapi kakiku seperti ada yang menahan. Aku ingin berteriak, tetapi lidahku tiba-tiba kelu. Tenggorokanku tak lagi terasa kering, rasa haus itu hilang. Cuaca yang panas, terasa semakin panas. Kulihat kauberjalan beriringan bersama seorang gadis yang kukenali, temanku dikelas sebelah. Kalian berpegangan tangan begitu erat, berjalan sambil melempar senyum satu sama lain. Aku menggeleng tak percaya dengan apa yang kulihat. Lalu, apa arti mawar putih tadi siang? Lalu, surat singkat tadi siang hanya omong kosongmu? Hanya tipuan. Hatiku hancur menjadi ribuan keping yang tak mampu kuhitung. Pipiku basah.

            “Hey! Kok bengong?” seorang temanku menyadarkan lamunanku. Aku kembali kedunia nyata, kedunia sekarang. Ke masa yang sedang kujalani. Aku menoleh kearah orang yang menepuk pundakku sehingga membuatku tersadar dari duniaku. “Hehehe, nggak, kok.” Aku tersenyum kearahnya. Orang itu lalu meninggalkanku menuju tempat duduknya. Aku kembali berdiam diri. Sendiri. Sebelum aku tiba lagi di duniaku, seseorang masuk ke kelas. Membuatku berhenti melamum. Kamu.
            Kamu masuk ke kelas. Menyapa siapapun yang menyapamu, tersenyum kearah sahabat-sahabatmu. Namun, sedikitpun tak kaupedulikan aku yang terdiam sendiri. Menatap keanehan yang ada didalam dirimu yang saat ini. Aku masih tak mengerti, apa arti mawar putih yang kauberikan padaku tempo hari? Kenapa saat ini kaubegitu sinis menatapku? Kauberubah. Benar-benar berubah. Sosokmu yang dulu telah lenyap, tergantikan oleh sosokmu yang sekarang. Sosok yang kubenci.
            Semua berbeda dan tak lagi sama. Aku merindukan kamu yang lama. Aku merindukan sosokmu yang dulu. Kini, semua telah benar-benar berubah. Semua tak lagi seperti dulu.

-C-

Selasa, 10 Desember 2013

Jika Besok Aku Pergi


Jika besok aku pergi, apa kamu akan menangis? Atau tetap tertawa?

Jika besok aku tak kembali, apa kamu akan sedih? Atau tetap bahagia?

Jika besok tak ada lagi orang yang 'mengganggu' mu sepertiku, apa kaumerasa hidupmu lebih nyaman? Jika iya, baiklah. Aku tidak akan 'mengganggu' mu lagi, aku tidak akan kembali lagi. Aku akan pergi, untukmu.

Penyesalan selalu datang terakhir. Itu kata-katamu yang paling kuingat, yang masih melekat dipikiranku sampai saat ini. Aku tahu, ini semua memang salahku. Aku memang penyebab dari semua kehancuran ini. Tapi, bisakah kau berhenti memojokkanku seperti ini?

Kamu bukan Dewa. Kamu juga bukan Tuhan. Berhentilah merasa bahwa dirimu yang paling benar, berhentilah berpikir bahwa kautidak pernah salah.

Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Apalagi aku. Aku yang hanya seorang manusia ceroboh, yang melakukan segalanya atas dasar ego ku. Aku tahu, aku memang egois. Tapi, tidakkah kaupernah bercermin? Lihatlah dirimu! Apakah kaulebih baik dari aku? Tidak. Kita sama. Kita sama-sama salah, kita sama-sama egois. Aku tidak pernah menyalahkanmu atas semua ini, jadi tolong berhentilah menyalahkanku atas apa yang telah terjadi.

Aku tidak marah, sedikitpun tidak. Aku hanya kecewa. Iya, kecewa.

Kecewa terhadap sikapmu saat ini.

          Dan jika benar besok aku pergi, kuharap kautidak akan termakan omonganmu sendiri. Kuharap kautidak akan menyesali semuanya. Kuharap kauingat perkataanmu sendiri, bahwa penyesalan selalu datang terakhir.


-C-


Selasa, 03 Desember 2013

Surat Si Bisu


Seorang perempuan bisu duduk termenung didalam sebuah café sambil memandangi seorang laki-laki yang duduk dipojok café dari jauh. Laki-laki berparas tampan, menawan, dengan senyum manis yang terukir diwajahnya. Senyum manis yang mampu membuat si perempuan bisu bagaikan terhipnotis. Perempuan ini sudah mengagumi laki-laki itu sejak lama. Laki-laki itu sering datang ke café ini dan melukis disini, itulah sebabnya si perempuan-pun sering datang ke café ini juga, walau sekedar hanya untuk minum teh sambil menulis.

Awalnya perasaan yang dimiliki si perempuan hanya sekedar perasaan kagum. Namun, perlahan perasaan itu tumbuh semakin liar dan menjadi sebuah rasa yang sering disebut… cinta. Entah kenapa harus ada sebuah rasa yang bernama cinta, keluh si perempuan bisu didalam hatinya. Baginya, cinta adalah satu kata yang sangat sulit untuk di definisikan. Cinta begitu rumit untuk dimengerti, rumit untuk dipahami. Cinta itu murah tetapi sulit untuk ditemukan. Cinta memang bisa kita dapatkan dari siapapun, tetapi sulit untuk menemukan orang yang benar-benar mencintai kita dengan tulus.

Hari ini, si perempuan bisu menitipkan sepucuk surat pada seorang pelayan café dan menyuruhnya untuk meletakkan surat itu dimeja yang biasa ditempati oleh laki-laki yang ia kagumi. Dan ketika si laki-laki itu tiba di café, ia mengambil dan membaca rangkaian kata yang tertulis diatas kertas itu.



Untuk kamu yang kukagumi

            Hey, apa kabarmu? Kamu pasti bingung siapa yang mengirimimu surat ini. Mungkin kamu memang tidak mengetahui siapa namaku, tetapi aku yakin kamu pasti tahu aku. Aku adalah perempuan yang sering kaupergoki sedang menatapmu secara diam-diam. Yang hanya mampu menatapmu dari jauh. Jika boleh bercerita sedikit, aku ingin menceritakan tentang mengapa aku mengagumimu. Semua berawal ketika aku keluar dari rumah sakit karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kekasihku meninggal dunia. Saat itu aku benar-benar merasa hidupku berakhir. Kekasih yang paling kusayangi harus pergi dari dunia. Aku terpuruk. Aku nyaris mengakhiri hidupku. Dalam kegalauanku ingin menyia-nyiakan hidup ini, aku sadar betapa banyaknya orang ingin hidup tetapi Tuhan tak mengijinkannya lagi, lalu aku membatalkan percobaan bunuh diri itu. Dan entah mengapa kakiku membawaku pergi ke café ini. Aku masuk kedalam café kecil nan indah ini, mataku kemudian tertuju pada seorang laki-laki yang sedang melukis dipojok depan café. Itu kamu. Kamu mengagumkan. Aku mencintaimu. Secepat itukah aku mengatakan cinta? Iya! Karena kamu adalah orang pertama yang membuatku mengikhlaskan kekasihku yang telah pergi. Kamu orang pertama yang kucintai setelah kekasihku pergi. Kamu hebat.

Awalnya memang aku merasa nyaman jatuh cinta diam-diam kepadamu, tapi rasa itu semakin menggebu didalam dadaku dan memaksaku untuk menyatakan nya padamu. Tenang saja, aku tidak berharap agar kaumembalas rasaku. Oya, kalau boleh jujur, aku ingin sekali mengetahui segala tentangmu, aku ingin dekat denganmu. Tetapi aku tidak berani mendekatimu. Bukan karena aku malu untuk memulai, tapi karena aku tak mampu mengucapkan kata-kata. Aku bisu. Menyadari bahwa diriku tidak sempurna, aku malu untuk mendekati orang sesempurna kamu. Seseorang yang selalu menggoreskan kuas diatas kanvas dengan sempurna setiap sore di café ini. Sekali lagi kukatakan; aku mengagumimu. Maaf hanya ini yang bisa kuberikan, hanya secarik kertas dengan goresan tinta didalamnya. Aku akan bahagia melihatmu bahagia, karena kutahu bahwa cinta tidak harus memiliki. Aku cukup lega jika kautelah membaca tulisanku, sebab memang hanya ini yang kuinginkan. Aku hanya ingin kaumengetahui perasaanku. Itu cukup. Sangat cukup. Sesungguhnya aku ingin sekali melantunkan senandung indah untukmu, karena kutahu kalau kausuka musik, dan selalu menikmati setiap lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi di café ini. Tapi, sayang sekali aku tak mampu. Aku hanya bisa menulis untukmu. Hanya ini.



Ketika hidupku penuh dengan awan hitam

Ketika ribuan iblis mengantuiku

Tuhan mengirimkan malaikatnya untukku

Malaikat penunjuk yang mempertemukanku pada malaikat yang sesungguhnya

Kamu…

Kamu memang seperti malaikat dihidupku

Aku tidak dapat menyentuhmu

Aku tidak mampu memanggilmu

Aku tidak bisa berada didekatmu

Kita berbeda, sungguh berbeda

Hidupmu seperti lukisan yang penuh warna

Sedangkan aku…

Hidupku hanya diantara dua warna, yaitu putihnya kertas dan hitamnya tinta

Kutahu harapanku pasti sia-sia

Kutahu kautidak mungkin membalas rasa ini

Tapi kutak terlalu mengharapkan balasannya

Karena memang cinta tak harus memiliki



Dari seseorang yang mengagumimu…





Laki-laki itu terperanjat membaca surat dari si perempuan bisu. Dia tersenyum begitu lebar. Namun, senyumnya memudar ketika menoleh kebelakang café… perempuan itu tidak ada. Padahal biasanya dia selalu duduk disana ditemani secangkir teh. Entah dimana perempuan itu saat ini. Tiba-tiba terbesit perasaan yang tidak dapat dijabarkan dalam benaknya. Perasaan senang, khawatir, juga rindu. Senang karena ia memiliki seorang pengagum. Khawatir akan keberadaan pengagumnya. Rindu dengan si perempuan bisu yang biasa menatapnya dari kejauhan. Dimana dia… pikir laki-laki itu. Lalu laki-laki itu pergi, entah kemana.



-C-