Dengan
langkah gontai aku memasuki ruang kelasku. Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi,
namun, semangatku sudah seperti seorang kuli yang bekerja seharian. Tak
bersemangat sedikitpun. Aku duduk ditempatku biasa duduk. Aku menyapukan
pandanganku keseluruh sudut ruangan. Semua memang masih sama. Meja guru masih
berada didepan disebelah papan tulis, LCD
proyektor masih menggantung manis didepan kelas, meja-meja siswa masih tertata
rapi sebagaimana biasanya. Tidak ada yang berubah dari ruangan ini. Semua masih
sama. Yang berbeda hanya satu… kamu. Iya, kamu. Kini, tak ada lagi kamu yang
menyambutku ketika baru memasuki kelas. Tak ada lagi kamu yang merebut handphone ku ketika aku mendengarkan
musik. Tak ada lagi kamu yang menjahiliku. Tak ada lagi canda-tawa diantara
kita.
Jujur, aku masih tidak mengerti
dengan semua yang terjadi kini. Secara tiba-tiba, tanpa salam perpisahan
sekalipun kautinggalkan aku begitu saja. Aku tidak ingat bagaimana asal-mula
semua ini terjadi. Semua terjadi begitu saja, seperti angin yang berhembus.
Tidak kutahui kapan tepatnya ia bermula, dan kapan tepatnya ia berakhir.
Terjadi tanpa kuduga, dan begitu sulit dimengerti. Tidak ada yang lebih kuingat
daripada hari itu…, hari dimana tembok penghalang belum tumbuh diantara kita.
Mataku menatap lurus kedepan, menerawang ke masa lalu.
Siang itu, aku menyusuri koridor
sekolah bersama salah seorang sahabatku. Bukan tanpa tujuan, kami hendak pergi
ke perpustakaan. Setelah sampai diperpustakaan, aku meletakkan buku yang kubawa
disalah satu meja disudut ruang perpustakaan, kutinggalkan buku itu menuju
salah satu rak buku yang memuat buku-buku fiksi remaja. Aku kembali ke mejaku
sambil membawa 2 buku tebal. Mataku terbelalak melihat secarik surat dan
setangkai mawar putih yang berada disebelah buku ku. Kutengok kanan-kiri, semua
sibuk dengan buku masing-masing. Aku duduk dikursi dan membaca isi surat
singkat itu.
Aku
merindukanmu. Maaf, aku tidak bisa melupakanmu.
Singkat. Padat. Jelas. Dari
tulisannya, telah kutahui bahwa itu tulisanmu. Kamu. Seseorang yang membuat
jantungku berdekat tak beraturan ketika berada di dekatmu. Seseorang yang
selalu menebar senyumnya ketika menyapaku. Seseorang yang pernah hampir
kusia-siakan. Senyumku lebar. Hatiku bahagia bukan main. Jantungku kembali
berdebar seperti saat pertama aku bertemu denganmu.
Setelah
jam sekolah berakhir, aku segera pergi dari kelas yang nyari sepi. Sebagai
seorang sekertaris kelas, ada hal yang harus kucatat. Dan itu membuatku pulang
sedikit terlambat. Beberapa buku digenggamanku membuatku harus sedikit
memperlambat jalanku, buku-buku itu berat. Aku takut terjatuh. Cuaca yang
sedikit panas dan tenggorokan yang kering memaksaku untuk pergi ke kantin
sebentar, sekedar untuk membeli minuman. Tapi, langkahku tiba-tiba terhenti,
melihat sesuatu yang membuatku rasanya ingin berteriak dan menangis saat itu
juga. Aku ingin berlari, tetapi kakiku seperti ada yang menahan. Aku ingin
berteriak, tetapi lidahku tiba-tiba kelu. Tenggorokanku tak lagi terasa kering,
rasa haus itu hilang. Cuaca yang panas, terasa semakin panas. Kulihat
kauberjalan beriringan bersama seorang gadis yang kukenali, temanku dikelas
sebelah. Kalian berpegangan tangan begitu erat, berjalan sambil melempar senyum
satu sama lain. Aku menggeleng tak percaya dengan apa yang kulihat. Lalu, apa
arti mawar putih tadi siang? Lalu, surat singkat tadi siang hanya omong
kosongmu? Hanya tipuan. Hatiku hancur menjadi ribuan keping yang tak mampu
kuhitung. Pipiku basah.
“Hey! Kok bengong?” seorang temanku menyadarkan
lamunanku. Aku kembali kedunia nyata, kedunia sekarang. Ke masa yang sedang
kujalani. Aku menoleh kearah orang yang menepuk pundakku sehingga membuatku
tersadar dari duniaku. “Hehehe, nggak, kok.” Aku tersenyum kearahnya. Orang itu
lalu meninggalkanku menuju tempat duduknya. Aku kembali berdiam diri. Sendiri.
Sebelum aku tiba lagi di duniaku, seseorang masuk ke kelas. Membuatku berhenti
melamum. Kamu.
Kamu masuk ke kelas. Menyapa
siapapun yang menyapamu, tersenyum kearah sahabat-sahabatmu. Namun, sedikitpun
tak kaupedulikan aku yang terdiam sendiri. Menatap keanehan yang ada didalam
dirimu yang saat ini. Aku masih tak mengerti, apa arti mawar putih yang
kauberikan padaku tempo hari? Kenapa saat ini kaubegitu sinis menatapku?
Kauberubah. Benar-benar berubah. Sosokmu yang dulu telah lenyap, tergantikan
oleh sosokmu yang sekarang. Sosok yang kubenci.
Semua berbeda dan tak lagi sama. Aku
merindukan kamu yang lama. Aku merindukan sosokmu yang dulu. Kini, semua telah
benar-benar berubah. Semua tak lagi seperti dulu.
-C-
Real story nih kak?:')
BalasHapusBisa dibilang gitu, sih. :'D
Hapus