Kamis, 31 Oktober 2013

Bertahan atau Pergi?

Sudah hampir empat minggu berlalu sejak kamu memutuskan untuk tidak menghubungi saya lagi. Saya kira, kamu benar-benar pergi untuk selamanya. Tapi, ternyata saya salah. Beberapa hari yang lalu kamu sempat menghubungi saya, walau hanya untuk sekedar menanyakan kabar, itu cukup buat saya. Cukup menandakan bahwa kamu tidak sepenuhnya membenci saya. Pesan singkatmu yang menanyakan kabar saya, berlanjut menjadi sedikit panjang ketika saya menanyakan tentang 'seseorang' mu yang baru. Kamu heran. Kamu marah. Saya tertawa. Saya tersenyum.

Kamu heran. Kamu bertanya-tanya darimana saya tahu tentang 'seseorang' mu yang baru. Saya tertawa. Sungguh, saya tertawa. Bagaimana saya tidak mengetahuinya, kalau kamu sering mengumbar hubungan kalian di timeline twitter? Bagaimana saya tidak mengetahuinya, kalau account twittermu masih ada di handphone saya, tentu saya bisa melihat dirrect message kalian. Lalu, kamu marah. Marah karena saya tidak jujur, tidak mau memberitahumu darimana saya mengetahui semua itu. Saya tersenyum, dan membalas pesan singkatmu dengan sepenuh hati saya. Saya tidak marah atas perlakuanmu yang tidak mempercayai saya. Terserah. Terserah kamu ingin percaya atau tidak, yang penting saya sudah menjawab dengan seratus persen kejujuran; saya mengetahui itu semua dengan sendirinya. 

Tiba-tiba, kamu yang sudah hampir satu bulan tidak menghiraukan saya, mengirimkan pesan singkat dengan beberapa emoticon. Kali ini, saya tidak tertawa ataupun tersenyum; saya sedih. Sedih karena saya menyadari satu hal, kamu mencari saya ketika kamu membutuhkan saya saja. Sakit. Kecewa. Itu yang saya rasakan. Kamu memohon-mohon kepada saya agar tidak memberitahu kepada siapapun bahwa kamu pernah mencintai seorang adik kelas kita. Entahlah, saya harus senang atau sedih membaca pesan singkatmu yang ini.

Kehadiranmu dihandphone saya saat ini benar-benar membuat saya yang hendak pergi memilih untuk kembali bertahan. Walaupun kau tidak mengatakan bahwa ada 'pintu' untuk saya, tapi saya siap menunggu sampai kamu memberikan satu pintu untuk saya masuk kembali kedalam hatimu; seperti dulu. Namun, kembali lagi pada keseharianmu yang semakin dekat bersama dia yang lebih dibanding saya, membuat nyali saya kembali menciut, membuat keyakinan saya untuk bertahan semakin melemah. Dilema. Saya tidak tahu harus bertahan atau pergi. Sebelum kau memberi kepastian, mungkin saya akan terus berada diantara dua kata itu; Bertahan atau Pergi.

Saya harap, suatu saat nanti, walau bukan saat ini, kamu akan membaca tulisan ini. Saya ingin kamu menyadari, saya ingin kamu menghargai sedikit saja atas semua yang saya telah lakukan.

Hey, menunggumu bukanlah hal yang mudah! Tetapi ini bukan pengorbanan, karena saya melakukan nya tulus, dari hati terdalam.

-C-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar