Selasa, 29 Oktober 2013

Laki-laki Di Belakang Kelas


Aku menatap laki-laki itu dari kejauhan. Dia. Dia masih sama sejak terakhir aku bersamanya. Tawa nyaring nya masih sempat kudengar beberapa saat lalu, ketika seorang teman dikelasku melawak.
Tetapi… Bohong! Kau bohong! Kau tidak tertawa. Aku tahu itu. Ingin rasanya aku meneriakan kata-kata itu, tepat ditelinga laki-laki yang duduk di bangku belakang tersebut. Terlalu sakit rasanya aku melihat ‘tawa bohong’ laki-laki itu. Namun, aku sadar status kami saat ini. Aku sadar siapa aku dimatanya. Hanya teman, atau mungkin lebih rendah dari itu.

Aku kembali diam-diam menatap laki-laki itu lagi. Aku menyadari akhir-akhir ini dia lebih sering memainkan blackberry nya dibandingkan berbaur dengan teman-teman dikelas. Aku juga menyadari kalau akhir-akhir ini dia lebih sering membalas sebuah sapaan teman-teman dengan senyuman. Senyum palsunya. Senyum yang menyakitiku. Entahlah, mungkin dia sedang ada masalah dengan seseorang baru yang sedang mengisi hatinya. Tentu orang itu bukan aku.

Aku kesal menyadari ini semua. Siapa perempuan yang dia sayangi itu? Sampai-sampai dia memperjuangkan nya sedemikian rupa. Hey, kamu. Iya, kamu! Sudah jelas-jelas kamu disakiti oleh perempuan itu, lalu mengapa masih kau perjuangkan? Mengapa tidak kau tinggalkan? Mengapa kau tidak kembali saja kepada perempuan yang sedang memperjuangkanmu? Mengapa kau memilih memperjuangkan seseorang yang tidak sama sekali memperjuangkanmu? Mengapa kau tidak kembali saja? Kembali padaku! Aku tertunduk, jeritan hatiku membuat dadaku sesak.

Tiba-tiba aku terdiam, teringat satu hal. Teringat pada seseorang yang telah memberikan hatinya kepadaku sejak satu tahun lalu. Namun, tidak pernah kugubris. Bahkan sampai saat ini aku tetap tidak pernah membalas perasaan orang itu. Bukankah cinta tidak bisa dipaksakan? Tepat.
Aku termakan kata-kataku sendiri. Cinta memang benar tidak bisa dipaksakan,
tetapi aku sendiri malah memaksa laki-laki yang duduk dibelakang kelas itu untuk mencintaiku. Tidak! Aku tidak memaksanya! Aku tidak memaksa laki-laki itu untuk mencintaiku. Aku hanya ingin dia jujur pada perasaan nya sendiri.
Aku kira, dia masih mencintaiku seperti dulu. Tapi, beberapa sumber mengatakan dia adalah orang yang mudah move on. Beberapa orang mengatakan bahwa dia sudah melupakanku. Itu kata orang, aku tidak mempercayai itu. Aku hanya percaya denganmu. Iya, kamu! Kamu yang duduk dibangku belakang kelas. Aku tidak peduli apa kata orang. Aku hanya akan percaya jika itu kau lontarkan dari mulutmu sendiri. Aku tidak peduli jika memang benar kau sudah mencari seseorang yang baru, karena selagi aku belum dinyatakan kalah, aku tidak akan menyerah. Aku tetap akan memperjuangkanmu. Memperjuangkanmu dengan caraku sendiri; mendoakanmu agar segera kembali padaku.

Tetapi kembali lagi pada prinsipku semula; Semua akan indah pada waktunya. Aku akan menunggu, menunggu hingga saatnya tiba. Hingga semua menjadi kembali indah seperti saat dulu.

Seperti katamu dulu, bahwa semua yang terjadi sudah ada yang mengatur.
Maka kupasrahkan semua ini kepada-Nya. Aku tahu Beliau mempunyai rencana indah untuk hidupku.
Aku akan jalani saja apapun yang terjadi. Seiring jalannya waktu, semua pasti berubah. Seiring berjalannya waktu pula, semua pertanyaanku tentang laki-laki dibelakang kelas itu, pasti akan terjawab. Ya! Karena memang hanya waktu yang bisa menjawabnya.

-C-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar